Minggu siang di seberang terminal Pasar Minggu...
"Mak, lapar mak..." seorang anak kecil, belum sembilan tahun. Rambut
kumal dan pakaian lusuhnya nyaris mengelabui mataku untuk sekejap
melihat tubuhnya yang kurus, juga mata cekungnya.
"Lapar?... nih cari makan dulu, baru bisa makan..." bentak sang ibu
sambil melemparkan sebuah alat musik terbuat dari botol Yakult yang
diisi pasir, yang biasa dipakai para pengamen jalanan.
Saya jadi ingat masa sekolah dulu. Ibu selalu memaksaku untuk sarapan
sebelum berangkat sekolah. Ibu selalu khawatir saya jatuh pingsan lagi
di sekolah gara-gara tidak sempat sarapan. Itu belum cukup, meski
sekolahku cuma sampai pukul 11.00 WIB, ibu masih memasukkan dua
tangkap roti lapis mentega bertabur coklat atau selai kacang kesukaanku.
Tapi, tidak jarang saya katakan sama ibu kalau saya malu membawa
makanan ke sekolah, "Saya kan laki-laki bu, cuma anak perempuan yang
membawa makanan ke sekolah. Lagipula..."
"Ah sudah bawa saja. Disuruh makan saja susah, apalagi disuruh
kerja...," sela ibu tanpa bisa kubantah lagi.
Sudah hampir empat puluh menit saya masih di Pasar Minggu, tak jauh
dari tempat tadi.
"Mak, kok dari kemarin makannya nasi uduk melulu. Beli ayam dong,
Diding kan pengen makan ayam..."
"Orang susah kok pengen makan ayam Ding, bapakmu kan cuma tukang
sampah. Masih sukur ada yang bisa kita makan," ujar sang ibu sambil
menyuapi anaknya yang lain. Juga dengan nasi uduk.
Saya menghela nafas panjang. Kemudian bayangan masa kuliah saya pun
melintas. Saya masih ingat setiap kali ibu selalu setia menyiapkan
makan untuk anaknya ini sebelum berangkat ke kampus. Tapi yang sering
kulakukan...
Nasi goreng sosis lengkap dengan cabai bawang iris sering tak
tersentuh hingga sore. Sekembalinya saya dari kampus, masih tertata
rapih di meja makan, tapi pasti sudah dingin.
Setangkap roti berlapis selai kacang, ditambah segelas susu coklat
selalu terbuang percuma karena hanya kucuil sedikit. Kubayangkan wajah
ibu termenung sambil menatap sisa roti dan susu coklat utuh yang tak
lagi hangat.
Dan entah berapa banyak lagi makanan yang terbuang sia-sia. Anehnya,
ibu tak pernah berhenti untuk tetap setia menyiapkan makanan kesukaan
anaknya ini.
Selepas Ashar. Di depan pelayan sebuah restoran cepat saji.
"Silahkan pak, makan di sini atau dibungkus..."
Belum sempat kupesan makanan, kubuka SMS yang masuk,
... dari ibu, "Pulang ke rumah ibu nggak? Ibu masak semur tahu
kesukaan kamu nih. Sudah dua pekan lho kamu nggak pulang."
***
Di luar restoran. Saya panggil beberapa anak jalanan dan membagikan
uang seharga satu paket ayam plus segelas softdrink kepada mereka.
Oleh : Bayu G.
No comments:
Post a Comment
masukkan nama anda