Tuesday, May 19, 2009

Kisah Jendral Perang dan Guru Zen

Selama terjadi perang saudara di Korea, seorang Jenderal
memimpin pasukannya melalui propinsi demi propinsi,
menyapu bersih apa pun yang berdiri di jalannya.
Orang-orang disuatu kota, maklum bahwa ia akan datang dan
telah mendengar berita tentang kekejamannya.

Semuanya mengungsi ke gunung-gunung. Sang Jenderal datang
bersama pasukannya di kota yang telah kosong dan
memerintahkan bawahannya untuk memeriksa kota itu.

Beberapa prajurit datang dan melaporkan hanya ada satu
orang yang tinggal, seorang rahib Zen. Sang jendral pergi
kekuil, berjalan ke dalamnya, menghunus pedangnya dan
berkata, "Tahukah engkau siapa aku? Akulah satu-satunya
orang yang dapat menusukmu tanpa mengejapkan mata."

Sang guru Zen menoleh kebelakang dan dengan tenang
menjawab, "Dan aku, Tuan, satu-satunya orang yang dapat
ditusuk tanpa mengejapkan mata." Mendengar ini, sang
jenderal membungkuk, dan pergi.

Rahasia 90/10

Apa Rahasia 90/10?
10% kehidupan dibuat oleh hal-hal yang terjadi terhadap kita.
90% kehidupan ditentukan oleh bagaimana kita bereaksi / memberi
respon.

Apa artinya?
Kita sungguh-sungguh tidak dapat mengontrol 10% kejadian-kejadian
yang menimpa kita. Kita tidak dapat mencegah kerusakan mobil.
Pesawat mungkin terlambat, dan mengacaukan seluruh jadwal kita.
Seorang supir mungkin menyalip kita di tengah kemacetan lalu-lintas.
Kita tidak punya kontrol atas hal yang 10% ini.

Yang 90% lagi berbeda. Kita menentukan yang 90%!
Bagaimana? Dengan reaksi kita. Kita tidak dapat mengontrol lampu
merah, tapi dapat mengontrol reaksi kita. Jangan biarkan orang lain
mempermainkan kita, kita dapat mengendalikan reaksi kita!

Mari lihat sebuah contoh.
Engkau sedang sarapan bersama keluarga. Adik perempuanmu menumpahkan
secangkir kopi ke kemeja kerja mu. Engkau tidak dapat mengendalikan
apa yang telah terjadi itu.

Apa yang terjadi kemudian akan ditentukan oleh bagaimana engkau
bereaksi. Engkau mengumpat. Engkau dengan kasar memarahi adik mu yang
menumpahkan kopi. Dia menangis. Setelah itu, engkau melihat ke istri
mu, dan mengkritiknya karena telah menaruh cangkir kopi terlalu
dekat dengan tepi meja. Pertempuran kata-kata singkat menyusul.
Engkau naik pitam dan kemudian pergi mengganti kemeja. Setelah itu
engkau kembali dan melihat adik perempuan mu sedang menghabiskan
sarapan sambil menangis dan siap berangkat ke sekolah. Dia
ketinggalan bis sekolah.

Istrimu harus segera berangkat kerja. Engkau segera menuju mobil dan
mengantar adik mu ke sekolah. Karena engkau terlambat, engkau
mengendarai mobil melewati batas kecepatan maksimum.
Setelah tertunda 15 menit karena harus membayar tilang, engkau tiba
di sekolah. Adikmu berlari masuk. Engkau melanjutkan perjalanan, dan
tiba di kantor terlambat 20 menit, dan engkau baru sadar, bahwa tas
kerjamu tertinggal.

Hari-mu begitu buruk.

Engkau ingin segera pulang. Ketika engkau pulang, engkau menemukan
ada hambatan dalam hubungan dengan istri dan adikmu.

Kenapa?
Karena reaksimu pagi tadi.

Kenapa hari mu buruk?
a) Karena secangkir kopi yang tumpah?
b) Kecerobohan adikmu?
c) Polisi yang menilang?
d) Karena dirimu sendiri?

Jawaban-nya adalah D.

Engkau tidak dapat mengendalikan tumpahnya kopi itu.
Bagaimana reaksi-mu 5 detik kemudian itu, yang menyebabkan hari mu
menjadi buruk.

Ini yang mungkin terjadi jika engkau bereaksi dengan cara yang
berbeda.

Kopi tumpah di kemejamu. Adikmu sudah siap menangis. Engkau dengan
lembut berkata "Tidak apa-apa sayang, lain kali kamu lebih hati-hati
ya". Engkau pergi mengganti kemejamu dan dan tidak lupa mengambil
tas kerjamu. Engkau kembali dan melihat adikmu sedang naik ke dalam
bus sekolah. Istrimu menciummu sebelum engkau berangkat kerja.
Engkau tiba di kantor 5 menit lebih awal, dan dengan riang menyalami
para karyawan. Atasanmu berkomentar tentang bagimana baiknya hari
ini buat mu.

Lihat perbedaannya. Dua skenario yang berbeda.
Keduanya dimulai dari hal yang sama, tapi berakhir dengan berbeda.

Kenapa?
Karena REAKSI kita.

Sungguh kita tidak dapat mengontrol 10% hal-hal yang terjadi.
Tapi yang 90% lagi ditentukan oleh reaksi kita.

Monday, May 18, 2009

Jangan Pernah Menunda. Jangan Pernah...!

Semuanya itu disadari John pada saat dia termenung seorang diri,
menatap kosong keluar jendela rumahnya. Dengan susah payah ia
mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk.
Semuanya sia-sia belaka.

Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya Magy di suatu
sore sekitar 3 minggu yang lalu. Malam itu, 3 minggu yang lalu John
membawa pekerjaannya pulang. Ada rapat umum yang sangat penting
besok pagi dengan para pemegang saham. Pada saat John memeriksa
pekerjaannya, Magy putrinya yang baru berusia 2 tahun dating
menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku
baru bersampul hijau dengan gambar peri. Dia berkata dengan suara
manjanya, "Papa lihat!"

John menengok kearahnya dan berkata, "Wah, buku baru ya?" "Ya Papa!"
katanya berseri-seri, "Bacain dong!"
"Wah, Ayah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh", kata John
dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di
depan hidungnya. Magy hanya berdiri terpaku disamping John sambil
memperhatikan. Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-
buat mulai merayu kembali "Tapi mama bilang Papa akan membacakannya
untuk Magy".

Dengan perasaan agak kesal John menjawab: "Magy dengar, Papa sangat
sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya".

"Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa" katanya sendu.
"Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu."
"Lain kali Magy, sana! Papa sedang banyak kerjaan."

John berusaha untuk tidak memperhatikan Magy lagi. Waktu berlalu,
Magy masih berdiri kaku disebelah Ayahnya sambil memegang erat
bukunya. Lama sekali John mengacuhkan anaknya.

Tiba-tiba Magy mulai lagi "Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan
ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka".
"Magy, sekali lagi Ayah bilang: Lain kali!" dengan agak keras John
membentak anaknya.

Hampir menangis Magy mulai menjauh, "Iya deh, lain kali ya Papa,
lain kali".

Tapi Magy kemudian mendekati Ayahnya sambil menyentuh lembut
tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang Ayah sambi berkata "Kapan
saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja
untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Magy
juga bias ikut dengar".

John hanya diam.

Kejadian 3 minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran
John. John teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah.
Magy yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil di
atas tangannya yang kasar mengatakan: "Tapi kalau bisa bacanya yang
keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut dengar". Dan karena itulah John
mulai membuka buku cerita yang diambilnya, dari tumpukan mainan Magy
di pojok ruangan.

Bukunya sudah tidak terlalu baru, sampulnya sudah mulai usang dan
koyak. John mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau
mulai membacanya. John sudah melupakan pekerjaannya yang dulunya
amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya
terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh
putrinya di jalan depan rumah. John terus membaca halaman demi
halaman sekeras mungkin.

Sambil berharap cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari
tempat peristirahatannya yang terakhir.

Sunday, May 17, 2009

Jangan Bermain Api

Kisah nyata ini terjadi sekitar setengah tahun yg lalu dialami oleh
sahabatku.

Awal mula kisah ini terjadi karena kebiasaan Dora selalu ramah dan
kelihatan energik dimata teman-teman sekantornya, temen-temen
kerjanya sangat senang dan antusias pada kepribadian Dora. Entah itu
rekan sejawat, lain departemen dan lain perusahaan yg berkantor di
bilangan Sudirman sebagian pasti mengenal sosok Dora yg Santun, suka
tersenyum walau belum kenal, dan suka menyapa pada siapa saja yg
satu lantai dan satu lift sama dia.

Pada awalnya sih oke-oke saja, Dora banyak sahabat dan teman-teman
dekat, dan aku satu dari sahabat dekatnya sangat tau bahwa Dora
orangnya suka berkoloni dan suka hal-hal yg nyerempet-nyerempet
bahaya.

Suatu hari Dora berkenalan dengan Executive Muda yg juga kerja di
bilangan Sudirman sebuah perusahaan swasta Nasional yg cukup
bonafide. Seperti biasa Dora saling tegur sapa dan sepertinya tidak
ada masalah dengan perkenalan singkat tersebut.Dan perkenalan
singkat itu sampai juga kepadaku, sebagai sahabat dekat dia langsung
nyerocos kesana-kemari bahwa dia dapat kenalan baru. Pada awalnya
aku sudah warning ama dia, Ati-ati lu Ra.... Anak dan suami di
rumah, jangan sampai kebablasan lu... selorohku sambil aku berlalu
dari hadapan dia.

E... amit-amit ya.... lu ngerti sendiri kan Ris, aku nggak mungkinlah
sampai sejauh itu, lu sendiri ngerti kan gimana gue...celetuknya dan
kelihatan ada amarah diwajahnya, aku langsung menghampiri Dora, Sory
gue sebagai sahabat cuman kasih inget ama elu, kalo lu udah ngerti
ya baguslah.

Dan setelah peristiwa itu aku juga nggak ambil pusing dengan Dora,
karena kupikir mereka tidak ada kelanjutannya, dan Dora kan udah
ngerti bahwa dia juga udah ngomong kalau cuman sekedar temen aja.

Peristiwa yg tidak terbayangkan terjadi, sekitar dua bulan setelah
perkenalan mereka. Suatu siang Dora tergopoh-gopoh mendatangi
ruanganku, Ris ntar makan siang ama gue ya, ada yg ingin gue omongin
ama elu, ok Setelah jam menunjukkan jam setengah 12 dia sudah
berdiri didepan meja kerjaku. Ayo... buruan kantin keburu penuh
lo... selorohnya. Dengan berat hati aku tinggalkan kertas-kertas
kerjaku yg masih menumpuk, kuikuti Dora menuju kantin terbuka di
tengah lantai 14.

Ris, gimana nih....kata pembuka dari mulut dora, emangya ada apa Ra?
Gue jatuh hati ama orang itu Ris? aku semakin penasaran, orang mana
Ra?gue kan nggak ngerti temen lu banyak banget, lagian lu gila ya...
lu udah punya suami, punya anak, lu udah nggak waras apa ? sergahku.

Iya Ris, gue ternyata rapuh oleh bujukan, rayuan, sanjungan dan
sapaan dia setiap hari ris, gue jadi lupa daratan.setiap hari
telepon, sms, dan email ke gue. Lagian pas itu gue lagi nggak suka
dengan sikap suami gue ris, yg kayaknya sudah tidak memperhatikan
gue lagi, setiap hari suami gue hanya ngurusin anak, cari obyekan
sana-sini , pulang kerumah sudah malam dan kalau nggak kebeneran
dikit aja, dia marah-marah ama gue. Setiap hari gue kayaknya
sudah tidak diperhatikan lagi ama suami gue. Gue sakit hati ris,
makanya semua peristiwa ini gue ceritain ama Arya, kejelekan suami
gue, gue ceritain ke Arya dan gue jadi deket ama dia. Entah kenapa
gue sekarang nggak peduli lagi ama suami gue, anak gue. Toh jika
retak keluarga ini Arya mau menerima gue apa adanya.

Gila lu Ra... suaraku keras, dan semua mata tertuju kepadaku. Aku
jadi malu dan pura-pura aja aku cuek. Ra.. nggak salah lu... apa lu
bilang lu udah sebegitu parahkah ? Dulu lu harus berjuang mati-
matian ngedapatin suami lu, sudah begitu lama dan gue sempat iri ama
elu, mempunyai suami yg ganteng, bertanggung jawab dan kelihatannya
suamimu setia, dilihat dari faktor agama, suamimu juga typecal orang
yg taat beribadah. Apa yg kurang di matamu Ra, kalau sekarang
suamimu berubah pasti ada yg menyebabkan demikian. Gue yakin elu
hanya mengikuti nafsu dan dorongan syetan yg telah membelenggu
imanmu, Inget Dora Arya juga sudah berkeluarga, tidaklah mungkin
jika arya akan menikahimu. Lu ngerti sendiri kan Lelaki, tukang bual
sana-sini, dia akan senang jika keluarga elu berantakan. Sudah
sejauh mana lu ama arya ? sergahku...

Sudah jauh Ris... kita udah merencanakan segalanya, mulai dari
perceraian antara gue dan suami gue, setelah bercerai nanti dia
juga mau bercerai, katanya sih dia juga nggak cocok ama bininya.
Bininya bawel suka ngatur dan mau menangnya sendiri. Pokoknya gue
udah mantap ris mau cerai ama mas Antok.

Ra....sebelum lu terlanjur dan menyesal lu pikirin dulu, belum tentu
hal yg lu lihat sekarang ini akan mejadi kenyataan setelah lu ada
disana, cetusku. Sekarang kelihatan indah dan lu ingin lari dari
kenyataan hidup dan tantangan dalam rumah tanggamu, tapi belum tentu
apa yg lu bayangin indah akan lu nikmati seindah bayanganmu, itu aja
yg bisa gue berikan ke elu, sebagai sahabat, gue hanya ingin elu
kembali ke keluarga elu ke suami dan anak elu, jangan melihat
fatamorgana yg tampak sejuk didepan lu, setelah lu dekat hanya
padang pasir yg kering kerontang. Itu pesen gue Ra.

Makan siang itu, menjadi makan siang terakhirku dg Dora. Setelah itu
gue nggak ngerti lagi kelanjutan hubungan antara Dora dan Arya.Dan
setalah kurang lebih dua bulan dari dora ceritain semuanya itu, aku
mendengar Dora resmi bercerai dengan Antok suaminya. Banyak orang
dikantor tidak percaya akan hal itu. Dan kayaknya Antok sudah tidak
bisa menahan keinginan Dora yg ingin berpisah dengannya.

Peristiwa terakhir yg aku ketahui, ternyata apa yang ku omongkan ke
Dora menjadi kenyataan, Arya tidak menceraikan istrinya, dan dora
hanya dijadikan begundik dan pemuas nafsu Arya. Dora keluar dari
kerjaanya karena malu dengan teman-temannya. Setelah beberapa bulan
aku telah melupakan Dora, sahabatku yg malang itu, setelah pulang
kerja aku kaget diberanda terasku kulihat Dora dengan pakaian yg
mengenaskan, rambut awut-awutan dan wajah yg jauh dari sapuan make-
up, mata yg sayu. Aku nyaris tidak mengenalnya, Dora
yg dulu ceria, cerewet, dan banyak omong sekarang terpaku kaku
dihadapanku.

Dora.... dari mana aja elu.... hayo masuk kedalam, buru-buru aku
buka pintu rumahku.
Setelah aku buatin minum dan beberapa toples snack kubawa keruang
tamu, aku duduk dihadapannya. Dora tertunduk lesu dan tidak berani
menatapku. Ra... dari mana aja lu... kok pakaian dan rambutmu acak-
acakan gitu... sekarang lu dimana ra ?

Lama sekali dia menjawab pertanyaanku... Ris.... ternyata apa yg elu
bilang ke gue benar adanya....dia mulai mengis...sekarang gue..
diusir dari kost gue.. ris, arya sudah gak ngurusin gue lagi....gue
nggak ngerti lagi mau pergi kemana ris, makanya gue beranikan diri
ke elu ris, karena gue yakin elu mau nolongin gue. Aku sangat
terharu dan sedih mendengar semua itu. Sahabatku yg dulu periang,
santun, ramah sekarang tiada daya dihadapanku. mengemis untuk dapat
tidur dirumahku.

Setelah aku berembuk dg sumaiku, suamiku sih oke-oke aja namanya
menolong temen. Ya udah malam itu Dora bermalam ditempatku sampai
beberapa malam. Setiap malam dia menceritakan pengalaman hidupnya.
Pertama sih Arya sangat menyayanginya, tetapi lambat laun istrinya
tau kalau arya main perempuan dg Dora, maka dilabraknya dora dan
mulai detik itu Arya berubah 180 derajat.Dia sudah lupa dengan janji-
janji yg telah ia ucapkan. Dora merana... sudah kehilangan suami yg
menyayanginya, anak yg menggemaskan.

Semua sudah terjadi ibarat Nasi sudah menjadi Bubur, penyesalan
adanya dibelakang. Semoga cerita sahabatku ini bisa menjadikan
cermin bagi diri kita masing-masing.

Jangan melihat dengan mata tapi lihatlah dengan hati, Jangan
merasakan dengan tangan dan lidah kita tapi rasakan dan nikmati
dengan hati nurani kita. Ada kalanya kita melihat pasangan kita
berubah tetapi sebenarnya yg berubah adalah kita, ada kalanya
pasangan kita marah tetapi sebenarnya kita sendiri tidak sadar dan
ikuti alurnya. Semoga cermin diatas mengingatkan kita, seberapa
besar komitmen kita untuk membentuk rumah tangga yang kekal
dan bahagia baik di dunia dan akherat.

Sumber: Dari Pengalaman Pribadi Seorang Kawan

Saturday, May 16, 2009

Postfix limit incoming or receiving email rate

Q. I have noticed that spammers continually try to make a connection (email flooding attack). How do I enforce a number of limits on incoming mail so that I can protect hosted email domains?

A. Postfix (smtpd daemon) can enforce a number of limits on incoming email. This will stop email flooding attacks.

A bot connects to your Postfix email server and sends garbage commands or spam, attempting to crash your server. You can limit:

=> The length of lines in a message and so on

=> The size of messages

=> The number of recipients for a single delivery

Try following directives in your postfix main.cf config file:
smtpd_error_sleep_time - The SMTP server response delay after a client has made more than $smtpd_soft_error_limit errors, and fewer than smtpd_hard_error_limit errors, without delivering mail.
smtpd_soft_error_limit : The number of errors a remote SMTP client is allowed to make without delivering mail before the Postfix SMTP server slows down all its responses.
smtpd_hard_error_limit : The maximal number of errors a remote SMTP client is allowed to make without delivering mail. The Postfix SMTP server disconnects when the limit is exceeded.

Open config file
# vi main.cf
Append following directives:
smtpd_error_sleep_time = 1s
smtpd_soft_error_limit = 10
smtpd_hard_error_limit = 20

Save and restart/reload postfix configuration
# /etc/init.d/postfix restart

Postfix waits one second before each error such as HELO command not provided or FQDN hostname does not exists etc After 10 such errors postfix will start to increase delay. If error limits touches 20 Postfix will disconnect client.

You can see this in action from /var/log/maillog file:

Dec 15 16:50:59 server postfix/anvil[20799]: statistics: max connection rate 1/60s for (smtp:80.224.37.124) at Dec 15 16:47:29
Dec 15 16:50:59 server postfix/anvil[20799]: statistics: max connection count 1 for (smtp:80.224.37.124) at Dec 15 16:47:29
Dec 15 16:50:59 server postfix/anvil[20799]: statistics: max cache size 2 at Dec 15 16:47:38

Postfix configure anti spam with blacklist

Postfix is free and powerful MTA. You can easily configure Postfix to block spam. You need to add
following directives to /etc/postfix/main.cf file:

=> disable_vrfy_command = yes : Disable the SMTP VRFY command. This stops some techniques used to harvest email addresses.

=> smtpd_delay_reject = yes : It allows Postfix to log recipient address information when rejecting a client name/address or sender address, so that it is possible to find out whose mail is being rejected.

=> smtpd_helo_requi
red = yes
: Require that a remote SMTP client introduces itself at the beginning of an SMTP session with the HELO or EHLO command. Many spam bot ignores HELO/EHLO command and you save yourself from spam. Following lines further restrictions on HELO command:
smtpd_helo_restrictions = permit_mynetworks,
reject_non_fqdn_hostname, Reject email if remote hostname is not in fully-qualified domain form. Usually bots sending email don't have FQDN names.
reject_invalid_hostname, Reject all bots sending email from computers connected via DSL/ADSL computers. They don't have valid internet hostname.
permit

You can put the following access restrictions that the Postfix SMTP server applies in the context of the RCPT TO command.
=> smtpd_recipient_restrictions =
reject_invalid_hostname, - Reject email if it not valid hostname
reject_non_fqdn_hostname, - Reject email if it not valid FQDN
reject_non_fqdn_sender, - Reject the request when the MAIL FROM address is not in fully-qualified domain form. For example email send from xyz or abc is rejected.
reject_non_fqdn_recipient, - Reject the request when the RCPT TO address is not in fully-qualified domain form
reject_unknown_sender_domain, - Reject email, if sender domain does not exists
reject_unknown_recipient_domain, Reject email, if recipient domain does not exists
permit_mynetworks,
reject_rbl_client list.dsbl.org, Configure spam black lists
reject_rbl_client sbl.spamhaus.org,
reject_rbl_client cbl.abuseat.org,
reject_rbl_client dul.dnsbl.sorbs.net,
permit

Open /etc/postfix/main.cf file :
# vi /etc/postfix/main.cf
Set/modify configuration as follows

disable_vrfy_command = yes
smtpd_delay_reject = yes
smtpd_helo_required = yes
smtpd_helo_restrictions = permit_mynetworks,
reject_non_fqdn_hostname,
reject_invalid_hostname,
permit

smtpd_recipient_restrictions =
permit_sasl_authenticated,
reject_invalid_hostname,
reject_non_fqdn_hostname,
reject_non_fqdn_sender,
reject_non_fqdn_recipient,
reject_unknown_sender_domain,
reject_unknown_recipient_domain,
permit_mynetworks,
reject_rbl_client list.dsbl.org,
reject_rbl_client sbl.spamhaus.org,
reject_rbl_client cbl.abuseat.org,
reject_rbl_client dul.dnsbl.sorbs.net,
permit

smtpd_error_sleep_time = 1s
smtpd_soft_error_limit = 10
smtpd_hard_error_limit = 20

Also force (highlighted using red color) Postfix to limit incoming or receiving email rate to avoid spam.

Save and close the file. Restart postfix:
# /etc/init.d/postfix restart

Watch out maillog file. Now you should see lots of spam email blocked by above configuration directive:
# tail -f /var/log/maillog
Output:

Jan  9 06:07:22 server postfix/smtpd[10308]: NOQUEUE: reject: RCPT from 183-12-81.ip.adsl.hu[81.183.12.81]: 554 Service unavailable; Client host [81.183.12.81] blocked using dul.dnsbl.sorbs.net; Dynamic IP Addresses See: http://www.sorbs.net/lookup.shtml?81.183.12.81; from= to= proto=ESMTP helo=<183-12-230.ip.adsl.hu>
Jan 9 06:07:23 server postfix/smtpd[10308]: lost connection after RCPT from 183-12-81.ip.adsl.hu[81.183.12.81]
Jan 9 06:07:23 server postfix/smtpd[10308]: disconnect from 183-12-81.ip.adsl.hu[81.183.12.81]
Jan 9 06:10:43 server postfix/anvil[10310]: statistics: max connection rate 1/60s for (smtp:81.183.12.81) at Jan 9 06:07:17
Jan 9 06:10:43 server postfix/anvil[10310]: statistics: max connection count 1 for (smtp:81.183.12.81) at Jan 9 06:07:17
Jan 9 06:10:43 server postfix/anvil[10310]: statistics: max cache size 1 at Jan 9 06:07:17
Jan 9 06:16:58 server postfix/smtpd[10358]: warning: 81.92.197.249: address not listed for hostname unassigned.or.unconfigured.reverse.nfsi-telecom.net
Jan 9 06:16:58 server postfix/smtpd[10358]: connect from unknown[81.92.197.249]
Jan 9 06:17:00 server postfix/smtpd[10358]: NOQUEUE: reject: RCPT from unknown[81.92.197.249]: 550 : Recipient address rejected: User unknown in virtual alias table; from=<> to= proto=ESMTP helo=
Jan 9 06:17:00 server postfix/smtpd[10358]: disconnect from unknown[81.92.197.249]

Friday, May 15, 2009

How to printing a Book

The following instructions are given for Word 97 and 2000. If you want to use this method in later versions, it works just the same way, but the Page Setup dialog is laid out a little differently.

ok let's started:
  1. Set up your document by first choosing Landscape orientation on the Paper Size tab of the File | Page Setup dialog.

  2. Select “Mirror margins” on the Margins tab. When you do this, the margin measurements for “Left” and “Right” change to “Inside” and “Outside.”

  3. Set the margins you want for your half-size page. If your booklet is to be “saddle stitched” (stapled in the center), you may want a slightly larger margin on the outside to allow for trimming.

  4. Now set the “Gutter” measurement to half the width of your paper. If you are using US Letter, this will be 5.5"; for US Legal, it will be 7". For European A4, this would be 14.85 cm (or 5.85"), and 21 cm (or 8.27") for A3. You can see from the diagram in Page Setup that the text area of your page will alternate from right (odd or recto pages) to left (even or verso pages).

  1. As you will have figured out, this will give you one page per sheet, alternating right (odd pages) and left (even pages). Not to worry! Enter your text sequentially, page 1 through the end. The total number of pages must be divisible by four, so you may need to add blanks at the end. (You can either leave them entirely blank or print “Notes” or some such at the top.)

  2. To print, select “Odd pages” (at either the bottom-left or bottom-right of the Print dialog, depending on your Word version).

  1. After you have printed all the odd pages, return to the Print dialog and select “Even pages”, and click the “Options” button in the Print dialog and check “Reverse print order” (remember to uncheck this when you've finished).

  2. Feed your printed pages back through the printer to have the second page printed. You will find that (supposing you have an eight-page booklet) page 8 prints on page 1, page 6 on 3, and so on. This will give you camera-ready copy if you're planning to reproduce your booklet by printing or photocopying. If you're planning to duplex the pages yourself, you'll need to figure that out from here (you'll end up with two copies of the booklet per print operation, obviously). If you are using Word 2000 and do want to duplex; and if you don't fancy sending your paper through the printer four times, you might want to look at Richard's booklet-printing macros, which can duplex in two passes rather than four.

Popular Posts